Review Hangout
Review Hangout
Pertama,
saya bukanlah segmen penonton yang selalu menonton film Raditya Dika, saya
menonton film Dika pertama kali adalah Single hanya karena saya suka rumah
produksi yang memproduksinya karena sarat kemewahan, niat produksi dan nggak pernah
tangung-tangung dalam membuat sesuatu. Lalu sekarang di lemparlah Hangout ke
pasaran, sebuah film yang mengawinkan thriller dengan komedi dengan premis
sembilan tokoh publik di undang ke sebuah pulau kosong tak berpenghuni yang
tanpa diduga berujung kematian mereka satu persatu. Saya menonton Hangout
karena membuat perjanjian dengan teman saya, dia akan menemani saya menonton
The Profesional jika saya mau menemaninya nonton Hangout, jadilah saya menonton
film ini.
Kesembilan
tokoh publik yang diundang ke sebuah pulau ini memulai sebuah cerita saat
Mathias Muchus tewas akibat racun akibat makanan yang ia konsumsi ketika makan
malam, panik melanda kedelapan figur publik tersisa. Hangout memang film Dika
paling berbeda, tapi belum signifikan. Komedi memang relatif, dan saya memang
bukan segmen penonton yang ditargetkan oleh tim promosinya, jadi sangat wajar
jika film ini tak begitu wajar untuk mengugah saya untuk terhanyut bersamanya.
Saya
lumayan suka bentuk sarkasme tentang pop cultu di film ini, tapi lelucon-lelucon
lain tampak begitu bodoh dan jorok hingga hanya mampu membuat saya
cengar-cengir nggak karuan, walaupun ada penonton yang terpingkal-pingkal
sampai meneteskan air mata, tapi jelas itu bukan saya. Mungkin hanya Prili dan
Surya Saputra saja yang tampil dengan karakter menarik di film ini, sisanya
sama saja, tidak begitu mampu menimbulkan emosi untuk peduli, termasuk karakter
Dika sendiri. Dari refrensi film dika yang saya tonton, walau hanya Single yang
saya tonton di bioskop, sisanya melalui banyak media, Dika selalu memerankan
karakter yang sama sekali tak menarik, padahal dia selalu yang jadi bintang
utamanya, dan selalu kalah menarik dengan karakter-karakter lain di dalam
filmnya.
Saya
adalah pecinta film thriller dan sama sekali tak terhibur dengan film ini,
walau komedi dan thriller tidak terlalu jomplang di dalam film ini, tapi
sebenarnya film ini bermasalah di babak awal yang tak mampu mencengkram benak
penonton untuk terus mengikuti guliran pengisahannya, lalu saat mulai nyaman
dengan ritme penceritaan di babak kedua, babak ketigalah yang benar-benar kacau
dalam film ini, berantakan tanpa motivasi yang jelas. Ini menjengkelkan,
sumpah.
Seandainya
Dika mau menggodok babak ketiga lebih lama agar tampil begitu prima, niscahya
film ini bakal berhasil dalam coba-cobanya, tapi, ternyata tak begitu. Karena
untuk film bergenre thriller, babak ketiga adalah babak penentuan, babak
klimaks yang harus dihitung secara matang dan hati-hati, bukan terkesan
amburadul dengan motifasi yang klise, tak menyakinkan dan meninggalkan
pertanyaan dibenak penonton: udah? Cuma
gitu doang? Yang akhirnya tak mampu memberikan sesuatu yang lebih.
Saya
juga tak terlalu mampu untuk menikmati humor Dika yang semakin lama semakin
jorok dan tak penting di film ini, joke tentang selangkangan? Toilet? Dan
alin-lain? Ayolah Dika kamu jelas mampu lebih baik dari ini. Leluconmu nggak
tepat sasaran. Saya paham usaha Dika agar tak stagnan dan diam dalam zona
nyamannya, tapi usahanya masih terkesan setengah matang dan coba-coba, walaupun
saya sudah mampu menebak siapa pelakunya dari awal tapi ada keinginan di dalam
diri saya jika tebakan itu salah dan ternyata saya kecewa. Saya salah mengharap
terlalu banyak. Film ini membuat saya mendung sebelum menonton film
selanjutnya.
Kamu
kurang berusaha Dika, lain kali tolong berusaha lebih matang ya, jangan
terkesan kejar setoran harus nayangin berapa film pertahun hehehe, saya tunggu
sekuel film Single.
Skor:
2/5
0 komentar: