REVIEW FILM: INSIDE OUT (2015)
INSIDE OUT (2015)
INSIDE OUT
Reviewer:
Triztan Famous
Pixar
is back! Pixar is back! Kegirangan saya dengan sahabat saya saat mendengar
kabar Inside Out tayang di Indonesia. Setelah menunggu kurang lebih dua bulan
karena harus mengalah dengan Minions yang luar biasa menjengkelkan itu akhirnya
film yang digadang-gadang menjadi film animasi peraih piala Oscar tahun ini
keluar juga. Ekspektasi yang tak lagi bisa terbendung, pujian setinggi langit
para kritikus film hingga pendapatan opening yang mampu menutupi setengah ongkos
produksi tak ayal membuat para pecinta film animasi khususnya Pixar
berbondong-bondong ke bioskop.
Pixar
adalah sebuah Brand internasional yang menguasai permainan dunia animasi selama
kurang lebih 25 tahun. Film pertama Pixar, Toy Story langung mencuatkan nama
Pixar kedunia internasional. Kemunculan beruntun film-film animasi yang
memiliki kualitas dan cerita diatas rata-rata semakin memperjelas pemetaan
studio animasi terbaik yang pernah ada di dunia. Sebut saja film A Bugs Life
yang muncul setelah film Toy Story yang pertama, lalu disusul Toy Story 2,
Monster Inc., Finding Nemo, The Incridible, Cars, Ratattaulie, WALL E, UP, Toy
Story 3 dan mulai mengendur kualitasnya saat merilis Cars 2, Brave, Monster
University, hingga akhirnya harus vakum setahun karena masalah produksi film
The Good Dinosaur yang harus dirombak hingga akhirnya semua orang bersorak
sorai saat Pixar kembali dengan karya barunya berjudul Inside Out yang memukau
dunia.
Film
Inside Out bercerita tetang lima emosi dasar yang hidup didalam fikiran
manusia, kelima emosi tersebut ialah Joy (Gembira), Sadnes (Sedih), Angry
(Marah), Fear (Takut) dan Digust (Jijik). Secara garis besar Inside Out
bercerita tentang pergolakan emosi Riley, gadis 12 tahun yang enerjic dan
penggembira yang harus terpaksa meninggalkan kehidupannya yang sempurna di
Menesota ke San Francisco karena pekerjaan ayahnya. Secara plot cerita Inside
out sebenarnya juga sangat simpel, tapi perpaduan antara dunia nyata dan dunia
emosilah yang pada akhirnya membuat film ini begitu menakjubkan.
Jika
ditilik melalui trailer, teaser dan beragam snek peak yang bertaruran di
youtube (Inside Out adalah film Pixar yang paling banyak mengumbar sneak peak
sepanjang masa) dalam persepsi saya film ini bakal serumit Inception
Christopher Nolan yang begitu Rumit, Indah dan menakjubkan karena sama-sama
memiliki seting yang sama, yaitu dunia fikiran dan dunia nyata. Tapi ternyata
saya salah, Inside Out sama sekali berbeda dengan masterpiece Nolan tersebut.
Begitu mudahnya kita masuk ke dalam dunia Inside Out, lewat karakter-karakter
mengemaskan, berwarna, dan dialog cerdas sesuai porsinya kita diajak
berpetualang ke dunia fikiran Riley Anderson.
Dunia
alam sadar, long term memory, pulau imajinasi dan lain-lain disajikan dengan
begitu greget dan menakjubkan. Begitu bewarna dan begitu mengasyikan menikmati
Inside Out, serasa anak kecil tersesat di Time Zone. Konflik bergulir saat
Sadnes tiba-tiba bertindak diluar kendali hingga membuat dirinya dan Joy keluar
dari Ruang Kendali. Saat Joy dan Sadnes keluar dari Ruang kendali itulah Inside
Out benar-benar menunjukkan taringnya. Petualangan demi petualangan mereka
lewati bersama Bing Bong yang bakal membuatmu terpingkal-pingkal dan bingung
memilih karakter mana yang akan kalian favoritkan di dlam film ini. Bing Bong
yang diperkenalkan dengan cara komikal pada akhirnya harus membuatmu menitikan
air mata di paruh akhir penceritaan.
Inside
Out juga memberi kita banyak pelajaran, salah satunya adalah jika peristiwa
semata-mata hanyalah peristiwa, jenis emosilah yang pada akhirnya membuat kita
menjadikan peristiwa itu menjadi kenangan yang membangkitkan rasa hangat di
dada, rasa marah, rasa jijik, rasa takut ataupun rasa sedih. Di dalam film ini
kita juga diajarkan jika semua emosi itu teramat penting untuk ada di dalam
kehidupan kita. Jika anda berfikir jika Sadnes itu tidak penting, coba
berfikirlah ulang, kita tak akan bisa merasakan kebahagiaan jika kita tak
merasakan kesedihan terlebih dahulu, begitupun sebaliknya.
Sekali
lagi Pixar membuktikan jika mereka masih memiliki sentuhan ajaib untuk membuat
karya masterpiese, film yang dibuat dengan hati begitu banyak berbicara lewat
emosi hingga membuatku untuk kedua kalinya menitikkan air mata di dalam bioskop
tahun ini (Awal-awal tahun Filosofi Kopi berhasil membuatku menitikkan air mata
karena konflik dengan sosok Ayah yang terasa begitu personal). Overall, Pixar did
a great job again...
Skor
: 10/10
0 komentar: