Pelepasan Remah 9
Pelepasan
Remah
9
Esok
adalah hari yang berbeda. Semua mendadak indah. Semuanya tiba-tiba sempurna.
Abell bangun dengan senyum terulas di wajahnya. Ia tak ingat mimpi apa semalam,
tapi ia terbangun dengan kebahagiaan membeludak di hati. Ia bahagia. Dan itu
modal lebih dari cukup untuk menjalankan hari.
Ia
bangun tepat sebelum alarm berbunyi. Gosok gigi, cuci muka, lalu olahraga
kecil-kecilan. Kemudian membuat segelas susu, dua tangkup roti bakar, satu
tangkup isi selai kacang dan telur ceplok di tangkup satunya. Di lantai tiga
cafe, ia selonjoran sambil menikmati matahari. Ia suka matahari di jam-jam
tersebut. Saat carikan malam masih mengangkasa dan matahari muncul samar dengan
sikap misteriusnya. Ia sarapan sampai matahari terbit sempurna, melahap
tangkupan roti dan tenggakan susu dengan bahagia. Mengucap terimakasih kepada
semesta untuk hidangan pagi hari yang sempurna.
Teringat
ia akan kejadian kemarin malam, saat ia menerima Willy sebagai pasangan, lalu
langsung mematikan handphone saat Willy meneleponnya. Abell tersenyum iseng
mengingat kejadian itu, sekali-kali nggak
masalah ngerjain dia, lucu kayaknya lihat dia kelimpungan.
Saat
matahari terbit sempurna dan memudarkan sisa-sisa malam, ia beranjak menuju
kantor tempat sofa panjang dan besar bersemayam disana. Tempat ia dan Andi
tiduran saat cafe sedang sepi, atau sedang suntuk dan butuh istirahat sejenak.
Abell sering tidur di cafe, ia nyaman disana, lebih tepatnya ia enggan lagi
bergerak jika sudah rebahan di sofa panjang itu.
Ia
raih hanphone dari atas meja, mengaktifkannya, dan muncul serbuan pesan. Ia tak
menyangkan jika akan sebanyak ini pesan yang memberondong handphonenya. Ia
tersenyum membaca pesan-pesan singkat berisi ungkapan kebahagiaan yang hadir,
atau untaian kata-kata indah yang entah dia comot darimana yang dia kirimkan
untuk Abell. Tapi yang paling menyentuh hatinya saat dia menata ratusan dvd dan
membuat jalinan huruf bertuliskan: TERIMAKASIH, I LOVE YOU.
Tapi
pesan yang datang tiba-tiba membuatnya langsung berlari menuruni tangga menuju
depan cafe dengan dada berdebar. Nggak mungkin, nggak mungkin dia segila ini,
batin Abell. Dengan sigap ia membuka pintu cafe dan melihat dia berdiri sigap
dengan senyuman meluluhkan hati dan yang paling membuatnya ingin mengoyak wajah
Willy adalah sekumpulan balon berbentuk hati yang ia bawa.
“Kamu
itu gila ya?” tetak Abell langsung, wajahnya memerah.
Tapi
Willy malah tambah cengengesan melihat Abell kelabakan, “Siapa suruh ngisengin
aku?” tembak Willy telak, “bikin gregetan tahu nggak kamu kemarin malam. Habis
ngasih jawaban setelah setahun nunggu, eh malah langsung dimatiin hapenya,”
“Udah-udah
cepetan masuk,” perintah Abell sambil mendorong Willy ke dalam cafe, “ngko nak enek wong seng reti, dadine berabe.”
“Kenapa
kemarin kamu langsung matiin hape Bell?” tanya Willy saat mereka menaiki tangga
ke arah kantor.
“Iseng
aja Will kemaren,” jawab Abell sekenanya, “tapi aku nggak nyangka kalau kamu
bakal ngerespon segila ini! Pakai acara bawa balon-balon kaya gini lagi! Dasar
nyebelin!”
“Tapi
kamu sukakan?” ejek Willy dengan ekpresi menjengkelkan.
“Suka
sih suka, tapi nggak di cafe juga kali Will! Kalau ada pelanggan atau pegawaiku
yang tahu kan runyam! Inget dong Will kalau apa yang kita jalanin ini tabu
dimata banyak orang,”
“Aku
tahu kok Bell, kamu santai dikitlah. Cafe kamu itu buka jam sembilan kalau
nggak jam setengah sepuluh pagi. Nah, sekarang aja masih jam tujuh belum ada
lho. Pokoknya sebelum jam sembilan aku pulang deh, mau buka distro juga
soalnya,”
“Terserahlah,”
ucap Abell setengah merajuk.
“Bell,”
kata Willy dengan nada yang membuat hati lumpuh. Meruntuhkan seberkas emosi di
hatinya. Menghentikan langkah Abell sebelum membuka pintu kantor di cafenya.
Sedetik kemudian Abell memutar badannya, dan langsung memeluk tubuh Willy.
“Aku
sayang kamu Will,” bisik Abell hangat. Pelukannya mengerat.
“Aku
juga sayang kamu Bell,”
“Kamu
tunggu di dalem ya, aku ambilin minum bentar,”
“Okey,”
.
. . . # # # . . . ...
Lima
menit kemudian Abell muncul dengan doa botol bir dingin dan semagkuk besar
kripik kentang dengan saus di mangkuk kecil.
“Pagi
hari kamu nggak minum susukan?”
“Palingan gur kopi karo rokok thok kok Bell,
aku sarapan nak wes jam sepuluhan,”
“Berarti
pilihanku nggak salah-salah amatkan kalau aku bawain kamu bir? Andi yang jago
bikin kopi,”
“Kamu
dapet ide darimana sih, kok bisa-bisanya kamu bawa balon segala kaya gini, mana
tulisannya get well soon lagi.
Emangnya aku sakit apa? Salah fokus kamu Will,”
“Masa
sih? Masa ada yang tulisannya get well
soon? Hahaha... yang penting bentuknya hati Bell, hehehe...”
“Spontan
aja Bell, Smsmu tuh bikin aku nggak bisa tidur, saking senengnya kamu mau jadi
pacarku! Terus pagi tadi ngebet banget pengen ketemu kamu, yaudah deh aku
kesini aja. Aku kan cuma tahu cafemu, nggak tahu rumahmu. Eh kebetulan pas kamu
udah dicafe,”
“Aku
emang sering tidur disini Will, lagian di rumah kontrakan aku juga cuma
sendirian, nggak ada siapa-siapa juga disana,”
“Yaudah,
aku tinggal disana aja kalau gitu. Biar kita kaya pengantin baru,” kata Willy
antusias.
“Ya
nggak bisalah! Rumah kontrakan itu sekaligus ngerangkap gudang buat bahan-bahan
cafe sama both-both minuman di
sekitar Solo. Kalau pagi ramai disana, tambah gila lagi kalau kamu berani
kesana.”
“Tapi
bagian bekalang cafemu ini kan luas Bell, kenapa nggak di jadiin gudang buat
nyimpen bahan-bahan aja?”
“sekarang
sih emang udah dijadiin gudang Will, dua mingguan lagilah, barang-barang di
rumah kontrakan bakal dipindahin kesini semua,”
“Terus
kalau udah gitu aku boleh dong mampir kerumahmu?”
“Kapan-kapan
deh Will, kita jalanin pelan-pelan ya hubungan ini,”
“Iya
deh, manut aja sama kamu kalau buat yang itu.”
Saat
Willy menyeruput birnya, Abell merebahkan kepalanya ke bahu Willy, “Setelah
pertemuan kita di Selo, aku sering banget kangen sama kamu, pengen rebahan di
bahu kamu, pengen dipeluk sama kamu,”
“Nggak
pengen dicium sekalian?” tanya Willy usil.
“Itu
mah kamu yang doyan,”
“Andi
udah tahu kalau kita pacaran?”
“Sebelum
aku ngasih jawaban sama kamu, dia udah tahu duluan,”
“Lho
kok gitu?” kata Willy sedikit gusar.
“Ya
emang biasanya sebelum aku mau buat keputusan apapun, aku diskusi duluan sama
dia. Kamu tahu sendirilah, dia segalanya buatku Will, pokoknya jangan sampai
kamu cemburu sama dia. Kalian sama-sama penting buat aku, okey?”
Willy
mengangguk cepat, “Okey, aku ngerti kok. Dari cerita-ceritamu tentang dia, aku
paham kalau dia punya posisi khusus di hati dan hidupmu.”
“Tepat,
aku nggak tahu kata apa yang bisa ngegambarin hubungan kita berdua. Tapi kita
emang jadi sahabat sejak pertama kita kenal sampai sekarang, bahkan kita lebih
dekat dari keluarga,”
.
. . . # # # . . . ...
Tak
perlu waktu lama untuk Willy kemudian hadir di sekitarku dan Andi. Tiga bulan
selanjutnya kita sudah seperti sahabat lama, saling bercanda, ejek-ejekan,
nongkrong bersama, nonton tengah malam bareng, jalan-jalan bareng atau minum
bersama saat hidup mendadak suntuk.
Dalam
urusan mabuk bersama, bisa dibilang Andi dan Willy imbang. Jika Abell tak lagi
mampu membuka mata setelah kurang dari sepuluh tenggakan, Andi dan Willy bisa
minum sampai subuh sambil ngobrol ngalur ngidul di balai-balai lantai tiga
cafe.bahkan kini Willy dan Andi sudah jadi satu tim dan futsal bareng setiap
malam minggu. Tak ada yang lebih membahagiakan Abell daripada melihat interaksi
antara Andi dan Willy saat mereka bersama. Dua lelaki yang ia cintai dengan
cara berbeda dan bahagia bersama.
Pelepasan Remah ke 10 klik disini
Pelepasan Remah ke 10 klik disini
Daftar lengkap serial Pelepasan
Melajulah "Pelepasan"ku klik disini
Pelepasan Remah ke 20 Klik disini
Pelepasan Remah ke 31 Klik disini
Pelepasan Remah ke 32 Klik disini
Pelepasan Remah ke 33 Klik disini
Pelepasan Remah ke 34 Klik disini
Pelepasan Remah ke 35 Klik disini
Pelepasan Remah ke 36 Klik disini
Pelepasan Remah ke 37 Klik disini
Pelepasan Remah ke 38 Klik disini
Pelepasan Remah ke 39 Klik disini
Pelepasan Remah ke 40 Klik disini
Pelepasan Remah ke 41 Klik disini
Pelepasan Remah ke 42 Klik disini
Pelepasan Remah ke 43 Klik disini
Pelepasan Remah ke 44 Klik disini
Pelepasan Remah ke 45 Klik disini
Tongkat Estafet Kedua Klik disini
14 Fakta Di Balik Serial Pelepasan Klik disini
Untuk "Pelepasanku" Klik disini
Celoteh di balik Pelepasan Klik disini
0 komentar: