REVIEW FILM: The Hunger Games Mokingjay Part 1 (2014)
The
Hunger Games Mokingjay Part 1
Triztan Famous
Setelah membuat kita ternganga
dengan Cathing Fire yang menakjubkan
dan tak sabar untuk menunggu lanjutannya, lengkap dengan ending yang begitu
memukau dan provokatif tahun ini kita disajikan Mokingjay yang seperti
kebanyakan film-film franchise andalan dengan ending dibagi dua dengan alasan
untuk memperluas kanvas penceritaan, memberikan kesempatan konflik untuk
berkembang lebih luas, atau untuk menyetiakan diri dengan materi aslinya yang
kita tahu jika kesemua alasan itu hanya bualan belaka. Alasan satu-satunya
kenapa mereka memangkas film final menjadi dua bagian semata-mata hanya ingin
mengeruk untung lebih banyak, itu saja, tak kurang tak lebih. Begitu juga
dengan Hunger Games yang tampil mempesona di film pertama, memukau di film
kedua dan sampailah kita di seri ketiga yang bisa dikatakan seri paling lemah
di francise ini karena semata-mata memang buku aslinya cukup untuk disampaikan
dalam film dua jam. Tidak untuk diulur-ulur kurang lebih empat jam.
Mokingjay Part 1 tampil begitu
melempem dan tak punya daya amunisi lebih untuk menggulirkan kisahnya secara
lancar. Jika di Catching Fire kita disuguhkan laga, romantisme, intrik politik
secara berimbang dan membuat kita berempati dan peduli dengan kedua lakon
utamanya yang tampil gemilang, turunkan expektasimu secara drastis untuk film
ini. Jika kamu meminta adegan pertarungan seru, darah, ataupun cerita sepadat
Cathing Fire, kamu akan kecewa melihat film ini.
Selepas penghancuran Distrik 12
oleh Snow, Katniss dan keluarganya, termasuk Gale (Liam Hemsworth), kini berlindung
di area bawah tanah bersama Distrik 13 yang selama ini mereka anggap telah
punah. Tidak ada waktu bagi Katniss untuk meratapi perpisahannya dengan Peeta
karena Presiden Alma Coin (Julianne Moore) dan Plutarch (Philip Seymour
Hoffman) telah merancang sebuah misi besar dan berbahaya untuk membentuknya
sebagai alat propaganda bernama ‘Mockingjay’ dengan tujuan menggalang massa ke
distrik-distrik lain dalam upaya memberontak melawan sang tiran, Presiden Snow
(Donald Sutherland).
Membagi buku final dari sebuah
trilogi menjadi dua buah film memang pada akhirnya membawa kita pada tahap
basa-basi dan berbagai tahap persiapan tentang apa yang akan diakhiri secara
hebat dan gemilang (jika bisa) di film finalnya nanti. Akibatnya selain memiliki
tone dan warna berbeda dari kedua film sebelumnya, Mokingjay Part 1 ini juga
tak menawarkan intensitas berarti dan cukup membosankan karena kita hanya akan dipertontonkan
pada borok dunia politik - propaganda, tipu-tipu oleh media, pertentangan
kelas, opresi, dan kondisi psikologis sang tokoh utama yang untungnya menjadi
penyelamat hebat di dalam film ini karena dapat tampil gemilang kembali.
Overall, walau tak sebaik seri
kedua dan berpotensi menjadi seri paling lemah di Franchise Hungger Games
lumayan dapat dinikmati karena tampilan prima para pelakon dan pengisahan yang
memang sengaja memperlihatkan psikologis manusia pada saat perang. Dan satu
lagi, ada yang terus bersenandung ‘The Hanging Tree’ setelah film ini berakhir?
Jika iya kita berada dalam sisi yang sama.
0 komentar: