Review: La La Land
Review: La La Land
Adalah
Damien Chazelle yang membawa awal tahun 2017 menjadi begitu semangat, dan penuh
euforia. Chazelle adalah sutradara di balik Whiplash yang penuh pesona itu,
bahkan pada saat saya kemarin menontonnya, sihir itu masih ada, benar-benar
film yang menakjubkan. Jika Whiplash menceritakan tentang penggebuk drum dengan
guru super galak, maka La La Land ada di koridor yang berbeda walau tetap
memakai instrument jazz sebagai bahan cerita. La La Land meceritakan tentang
jatuh bangunnya dua orang pemimpi dalam mewujudkan mimpinya, hal yang menjadi
begitu personal buat saya, karena saya juga golongan manusia pemimpi, maka film
ini langsung begitu saja klop di hati dan fikiran saya.
Film
musikal adalah salah satu genre yang amat sangat saya tonton karena tak
jauh-jauh dari hal klise dan membuat jidat saya berkerut sebal. Tapi La La Land
pengecualian karena orang dibaliknya punya pesona dan telah membuat saya
tertawan. Dan jika saya sudah tertawan, mau bikin film apa saja si sutradara, saya
akan nonton di hari pertama dengan ekspektasi tinggi, seperti karya-karyanya
Christopher Nolan yang selalu saya buru dan nantikan.
La
La Land mengusung semangat dan set yang lebih besar daripada film sebelumnya
dengan track-track musik yang mempesona dan menggugah perasaan, tapi yang
paling penting dari itu semua adalah magis yang dimiliki Chazelle. Magis
pulalah yang membuat setiap pijakan kaki, dialog, alunan melodi dan lirik
memiliki jiwa. Sungguh pengalaman menonton yang mempesona.
Berawal
dari macet di jalan bebas hambatan, Mia (Emma Stone) dan Sebastian (Ryan
Gosling) bertemu untuk pertama kalinya. Sebastian adalah musisi jazz yang
kelimpungan mencari pemasukan tambahan karena idealismenya, dan Mia adalah
seorang barista yang terus menerus mencoba audisi untuk mewujudkan mimpinya
menjadi artis. Di sebuah pesta mereka bertemu setelah sekian lama tak menjalin
komunikasi dan menjalani kehidupannya sendiri-sendiri. Di pesta itu, kedua
sejoli itu menyadari satu hal yang dapat menyatukan mereka berdua, passion.
Asmara merekah, kemesraan terumbar, hubungan hati semakin merekat, lalu tibalah
ujian ketika mimpi mereka berbenturan.
Jika
hanya membaca sinopsis semata, ini akan nampak seperti kisah roman picisan
semata, tapi cobalah menonton di layar raksasa dan kalian semua pasti merasakan
magisnya yang begitu mencengkram jiwa-jiwa pemimpi ulung. Saya tahu kalau
review ini sedikit berlebihan, tapi ini beneran! Film ini membuat hati hangat
setelah menontonnya. Adalah musik yang dapat menggantikan serentetan kata yang
tak bisa menggambarkan maksud yang dituju oleh sang pembuat film, dan film ini
begitu cerdas menempatkan beragam musik yang begitu menghentak dengan
lirik-liriknya yang punya pesona masing-masing.
Ketika
film bermula, kita akan dihadapkan oleh segerombolan anak muda yang menari dan
bernyanyi bersama di jalanan tol dengan kompak yang membuat kita terpompa
semangat untuk mendalami filmnya, pembuka yang mempesona. Romantisme juga
begitu wah di film ini dengan digambarkan melalui banyak adegan yang membuat kita
baper, dari menari dijalanan, ciuman di kereta, menari di panetarium. Tapi,
yang paling berjasa membuat film ini begitu mempesona adalah Emma Stone dan
Ryan Gosling yang mampu menerjemahkan skenario dengan begitu dahsyat dari
ekspresi, gestur, emosi hingga sorot mata yang mampu begitu banyak berbicara
saat mulut tak berucap.
Karisma
kuat sepasang sejoli inilah yang menjadi penggerak dahsyat film ini dari awal
hingga akhir dan membuat kita lupa akan waktu. Saya terhenyut film ini dengan
teramat sangat, dan saya berbahagia akan hal itu. Hingga akhirnya ditutup oleh
ending yang begitu realistis. Dan membuat saya mengandai-andai banyak hal.
Saat
saya menonton untuk kedua kalinya, saya kembali takjub karena mulai
memperhatikan hal-hal kecil. Dari para pemeran pembantu yang bernyanyi dan
berakting dengan baik, penghitungan gerakan, perpindahan dialog ke musik yang
begitu lembut, tata artistik, pergerakan kamera dan semua hal yang membuat film
ini begitu padu dan pas. Sama sekali tidak berlebihan. Apalagi topik yang
dibicarakan oleh film ini begitu realistis, tentang mimpi dan cinta.
Saya
juga senang bagaimana film ini menggambarkan dengan tepat saat lagi
seneng-senengnya jadian, galau, semakin dekat dengan cita-cita, pas lagi suka
sama seseorang, film ini dengan tepat menerjemahkan itu semua dengan elegan. Bahkan,
gara-gara film ini, saya pas di parkiran mall ingin nari-nari sendiri saking
girangnya hati saya dibuat oleh magisnya tangan Damien Chazelle. Sungguh
mempesona.
Skor:
4,5/5
0 komentar: