Pelepasan Remah 9

7:34:00 AM Admin 0 Comments




Pelepasan
Remah 9


klik kisah sebelumnya di sini

Esok adalah hari yang berbeda. Semua mendadak indah. Semuanya tiba-tiba sempurna. Abell bangun dengan senyum terulas di wajahnya. Ia tak ingat mimpi apa semalam, tapi ia terbangun dengan kebahagiaan membeludak di hati. Ia bahagia. Dan itu modal lebih dari cukup untuk menjalankan hari.
Ia bangun tepat sebelum alarm berbunyi. Gosok gigi, cuci muka, lalu olahraga kecil-kecilan. Kemudian membuat segelas susu, dua tangkup roti bakar, satu tangkup isi selai kacang dan telur ceplok di tangkup satunya. Di lantai tiga cafe, ia selonjoran sambil menikmati matahari. Ia suka matahari di jam-jam tersebut. Saat carikan malam masih mengangkasa dan matahari muncul samar dengan sikap misteriusnya. Ia sarapan sampai matahari terbit sempurna, melahap tangkupan roti dan tenggakan susu dengan bahagia. Mengucap terimakasih kepada semesta untuk hidangan pagi hari yang sempurna.
Teringat ia akan kejadian kemarin malam, saat ia menerima Willy sebagai pasangan, lalu langsung mematikan handphone saat Willy meneleponnya. Abell tersenyum iseng mengingat kejadian itu, sekali-kali nggak masalah ngerjain dia, lucu kayaknya lihat dia kelimpungan.
Saat matahari terbit sempurna dan memudarkan sisa-sisa malam, ia beranjak menuju kantor tempat sofa panjang dan besar bersemayam disana. Tempat ia dan Andi tiduran saat cafe sedang sepi, atau sedang suntuk dan butuh istirahat sejenak. Abell sering tidur di cafe, ia nyaman disana, lebih tepatnya ia enggan lagi bergerak jika sudah rebahan di sofa panjang itu.
Ia raih hanphone dari atas meja, mengaktifkannya, dan muncul serbuan pesan. Ia tak menyangkan jika akan sebanyak ini pesan yang memberondong handphonenya. Ia tersenyum membaca pesan-pesan singkat berisi ungkapan kebahagiaan yang hadir, atau untaian kata-kata indah yang entah dia comot darimana yang dia kirimkan untuk Abell. Tapi yang paling menyentuh hatinya saat dia menata ratusan dvd dan membuat jalinan huruf bertuliskan: TERIMAKASIH, I LOVE YOU.
Tapi pesan yang datang tiba-tiba membuatnya langsung berlari menuruni tangga menuju depan cafe dengan dada berdebar. Nggak mungkin, nggak mungkin dia segila ini, batin Abell. Dengan sigap ia membuka pintu cafe dan melihat dia berdiri sigap dengan senyuman meluluhkan hati dan yang paling membuatnya ingin mengoyak wajah Willy adalah sekumpulan balon berbentuk hati yang ia bawa.
“Kamu itu gila ya?” tetak Abell langsung, wajahnya memerah.
Tapi Willy malah tambah cengengesan melihat Abell kelabakan, “Siapa suruh ngisengin aku?” tembak Willy telak, “bikin gregetan tahu nggak kamu kemarin malam. Habis ngasih jawaban setelah setahun nunggu, eh malah langsung dimatiin hapenya,”
“Udah-udah cepetan masuk,” perintah Abell sambil mendorong Willy ke dalam cafe, “ngko nak enek wong seng reti, dadine berabe.”
“Kenapa kemarin kamu langsung matiin hape Bell?” tanya Willy saat mereka menaiki tangga ke arah kantor.
“Iseng aja Will kemaren,” jawab Abell sekenanya, “tapi aku nggak nyangka kalau kamu bakal ngerespon segila ini! Pakai acara bawa balon-balon kaya gini lagi! Dasar nyebelin!”
“Tapi kamu sukakan?” ejek Willy dengan ekpresi menjengkelkan.
“Suka sih suka, tapi nggak di cafe juga kali Will! Kalau ada pelanggan atau pegawaiku yang tahu kan runyam! Inget dong Will kalau apa yang kita jalanin ini tabu dimata banyak orang,”
“Aku tahu kok Bell, kamu santai dikitlah. Cafe kamu itu buka jam sembilan kalau nggak jam setengah sepuluh pagi. Nah, sekarang aja masih jam tujuh belum ada lho. Pokoknya sebelum jam sembilan aku pulang deh, mau buka distro juga soalnya,”
“Terserahlah,” ucap Abell setengah merajuk.
“Bell,” kata Willy dengan nada yang membuat hati lumpuh. Meruntuhkan seberkas emosi di hatinya. Menghentikan langkah Abell sebelum membuka pintu kantor di cafenya. Sedetik kemudian Abell memutar badannya, dan langsung memeluk tubuh Willy.
“Aku sayang kamu Will,” bisik Abell hangat. Pelukannya mengerat.
“Aku juga sayang kamu Bell,”
“Kamu tunggu di dalem ya, aku ambilin minum bentar,”
“Okey,”
. . . . # # # . . . ...

Lima menit kemudian Abell muncul dengan doa botol bir dingin dan semagkuk besar kripik kentang dengan saus di mangkuk kecil.
“Pagi hari kamu nggak minum susukan?”
Palingan gur kopi karo rokok thok kok Bell, aku sarapan nak wes jam sepuluhan,”
“Berarti pilihanku nggak salah-salah amatkan kalau aku bawain kamu bir? Andi yang jago bikin kopi,”
“Kamu dapet ide darimana sih, kok bisa-bisanya kamu bawa balon segala kaya gini, mana tulisannya get well soon lagi. Emangnya aku sakit apa? Salah fokus kamu Will,”
“Masa sih? Masa ada yang tulisannya get well soon? Hahaha... yang penting bentuknya hati Bell, hehehe...”
“Spontan aja Bell, Smsmu tuh bikin aku nggak bisa tidur, saking senengnya kamu mau jadi pacarku! Terus pagi tadi ngebet banget pengen ketemu kamu, yaudah deh aku kesini aja. Aku kan cuma tahu cafemu, nggak tahu rumahmu. Eh kebetulan pas kamu udah dicafe,”
“Aku emang sering tidur disini Will, lagian di rumah kontrakan aku juga cuma sendirian, nggak ada siapa-siapa juga disana,”
“Yaudah, aku tinggal disana aja kalau gitu. Biar kita kaya pengantin baru,” kata Willy antusias.
“Ya nggak bisalah! Rumah kontrakan itu sekaligus ngerangkap gudang buat bahan-bahan cafe sama both-both minuman di sekitar Solo. Kalau pagi ramai disana, tambah gila lagi kalau kamu berani kesana.”
“Tapi bagian bekalang cafemu ini kan luas Bell, kenapa nggak di jadiin gudang buat nyimpen bahan-bahan aja?”
“sekarang sih emang udah dijadiin gudang Will, dua mingguan lagilah, barang-barang di rumah kontrakan bakal dipindahin kesini semua,”
“Terus kalau udah gitu aku boleh dong mampir kerumahmu?”
“Kapan-kapan deh Will, kita jalanin pelan-pelan ya hubungan ini,”
“Iya deh, manut aja sama kamu kalau buat yang itu.”
Saat Willy menyeruput birnya, Abell merebahkan kepalanya ke bahu Willy, “Setelah pertemuan kita di Selo, aku sering banget kangen sama kamu, pengen rebahan di bahu kamu, pengen dipeluk sama kamu,”
“Nggak pengen dicium sekalian?” tanya Willy usil.
“Itu mah kamu yang doyan,”
“Andi udah tahu kalau kita pacaran?”
“Sebelum aku ngasih jawaban sama kamu, dia udah tahu duluan,”
“Lho kok gitu?” kata Willy sedikit gusar.
“Ya emang biasanya sebelum aku mau buat keputusan apapun, aku diskusi duluan sama dia. Kamu tahu sendirilah, dia segalanya buatku Will, pokoknya jangan sampai kamu cemburu sama dia. Kalian sama-sama penting buat aku, okey?”
Willy mengangguk cepat, “Okey, aku ngerti kok. Dari cerita-ceritamu tentang dia, aku paham kalau dia punya posisi khusus di hati dan hidupmu.”
“Tepat, aku nggak tahu kata apa yang bisa ngegambarin hubungan kita berdua. Tapi kita emang jadi sahabat sejak pertama kita kenal sampai sekarang, bahkan kita lebih dekat dari keluarga,”
. . . . # # # . . . ...

Tak perlu waktu lama untuk Willy kemudian hadir di sekitarku dan Andi. Tiga bulan selanjutnya kita sudah seperti sahabat lama, saling bercanda, ejek-ejekan, nongkrong bersama, nonton tengah malam bareng, jalan-jalan bareng atau minum bersama saat hidup mendadak suntuk.
Dalam urusan mabuk bersama, bisa dibilang Andi dan Willy imbang. Jika Abell tak lagi mampu membuka mata setelah kurang dari sepuluh tenggakan, Andi dan Willy bisa minum sampai subuh sambil ngobrol ngalur ngidul di balai-balai lantai tiga cafe.bahkan kini Willy dan Andi sudah jadi satu tim dan futsal bareng setiap malam minggu. Tak ada yang lebih membahagiakan Abell daripada melihat interaksi antara Andi dan Willy saat mereka bersama. Dua lelaki yang ia cintai dengan cara berbeda dan bahagia bersama.


 Pelepasan Remah ke 10 klik disini




Daftar lengkap serial Pelepasan


Melajulah "Pelepasan"ku klik disini 
Pelepasan Remah ke 1 klik disini
Pelepasan Remah ke 2 Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 Klik disini
Pelepasan Remah ke 5 Klik disini
Pelepasan Remah ke 6 Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 Klik disini
Pelepasan Remah ke 9 Klik disini
Pelepasan Remah ke 10 Klik disini
Pelepasan Remah ke 11 Klik disini
Pelepasan Remah ke 12 Klik disini
Pelepasan Remah ke 13 Klik disini
Pelepasan Remah ke 14 Klik disini
Pelepasan Remah ke 15 Klik disini
Pelepasan Remah ke 16 Klik disini
Pelepasan Remah ke 17 Klik disini
Pelepasan Remah ke 18 Klik disini
Pelepasan Remah ke 19 Klik disini
Pelepasan Remah ke 20 Klik disini
Pelepasan Remah ke 21 Klik disini
Pelepasan Remah ke 22 Klik disini
Pelepasan Remah ke 23 Klik disini
Pelepasan Remah ke 24 Klik disini
Pelepasan Remah ke 25 Klik disini
Pelepasan Remah ke 26 Klik disini
Pelepasan Remah ke 27 Klik disini
Pelepasan Remah ke 28 Klik disini
Pelepasan Remah ke 29 Klik disini
Pelepasan Remah ke 30 Klik disini
Pelepasan Remah ke 31 Klik disini

Pelepasan Remah ke 32 Klik disini
Pelepasan Remah ke 33 Klik disini
Pelepasan Remah ke 34 Klik disini
Pelepasan Remah ke 35 Klik disini
Pelepasan Remah ke 36 Klik disini
Pelepasan Remah ke 37 Klik disini
Pelepasan Remah ke 38 Klik disini
Pelepasan Remah ke 39 Klik disini
Pelepasan Remah ke 40 Klik disini
Pelepasan Remah ke 41 Klik disini
Pelepasan Remah ke 42 Klik disini
Pelepasan Remah ke 43 Klik disini
Pelepasan Remah ke 44 Klik disini
Pelepasan Remah ke 45 Klik disini
Tongkat Estafet Kedua Klik disini
14 Fakta Di Balik Serial Pelepasan Klik disini
Untuk "Pelepasanku" Klik disini
Celoteh di balik Pelepasan Klik disini

You Might Also Like

0 komentar: