Pelepasan Remah 5

7:23:00 AM Admin 0 Comments




Pelepasan
Remah 5


Kisah sebelumnya Klik disini

Bekas toko cat dan toko besi itu masih perlu banyak polesan di banyak tempat, bahkan bau besi masih menempel di beberapa sudut ruangan. Kondisi berantakan di lantai pertama jauh berbeda dengan kondisi lantai kedua yang jauh lebih tertata, tempat kedua pria dewasa itu membahas langkah-langkah ke depan mimpi mereka.
“Jadi, lebih penting branding atau marketing? branding adalah marketing atau branding adalah ide yang lebih besar dari marketing?”
“Sebenarnya keduanya sama-sama penting, tapi kalau melihat posisi kita sekarang, dari both-both kopi dan susu yang sudah kita sebar diberbagai tempat sejak empat tahun yang lalu. Tujuan kita buat Reve adalah sebagai cafe induk dari both-both yang berceceran dimana-mana itu,”
“Jadi menurutmu kita nggak perlu branding lagi?”
“Meng-upgrade branding iya Ndi, kita juga perlu marketing ulang buat memasarkan lagi produk-produk kita di cafe. Cafe ini kan nggak cuma jual produk-produk kopi atau susu aja Ndi sekarang, tapi juga ada banyak cemilan dari yang ringan sampai yang berat,”
“Sebenernya kamu mau bawa cafe kita kemana sih Bell? Istilah kasarnya nih ya, dari dulu kita membranding diri kita untuk jualan susu sama kopi dengan harga premium. Tapi terus tiba-tiba kamu ngasih desain macem-macem kaya gini,”
“Aku pengin cafe kita ini jadi zona anak muda di Solo Ndi! Yang suka baca buku, kita sediain buku-buku. Tanpa di atur genrenya apa, kita campur aduk semuanya, jadi pas mereka masuk, biarin mereka seolah-olah mencari harta karunnya sendiri. Lalu kita sediain tempat yang nyaman buat mereka baca buku,” Jelas Abell dengan mata berbinar, membayangkan jika hal itu terjadi, “pokoknya aku pengin suasananya kaya di rumah sendiri, jadi nyaman. Bikin betah kalau lama-lama. Dan pelayan kita juga harus ramah dan pintar membawa diri sama pelanggan, nggak boleh jutek kalau pelanggan kita seharian disini,”
“Terus movie corner-nya gimana?”
“Ya kita buat Box Office kecil-kecilan gitu. Sepuluh, lima belas orang cukup. Atau kalau mau nyewa sendiri ya boleh-boleh aja. Nggak masalah Ndi, terus kita juga sediain proyektor gratis buat komunitas-komunitas sekitar solo yang mau kumpul-kumpul. Jadi, kalau mau bedah buku apa bedah film, kita sediain tempatnya. Urusan mau kamu tambah gimana-gimana lagi itu terserah kamu deh Ndi, tapi buat lantai paling atas, jangan diapa-apain,”
“Aku juga ingin satu hal Bell, aku pengin cafe ini juga mengedepankan pelayanan yang baik sama pelanggan. Sesibuk apapun, minuman harus datang lebih dulu, baru setelah itu makanan atau snack sekalipun. Dan saat mereka baru datang dan mau pesan kita sediain mereka air putih sama snack kecil sebagai bagian dari pelayanan kita,”
“Aku suka ide kamu itu,” kata Abell antusias, “gimana kalau usaha ini sekalian kita buat jadi ajang sosial?”
“Maksut kamu gimana Bell?”
“Maksut aku gini lho Ndi, kita buat kaya hari khusus untuk diskon makanan. Sejenis jumat berkah dan lain-lain. jadi pada saat hari itu, kita potong harga minuman sekitar 30%, gimana?”
“Dan satu lagi, aku pengin cafe kita ini sistemnya kekeluargaan sama pegawai, jadi kalau weekend atau hari-hari libur nasional kita untung lebih dari biasanya. Kita kasih uang lebih bagi mereka, jadi mereka tahu cafe ini dapetnya berapa, pengeluarannya berapa. Saling jujur dan terbuka ajalah intinya.”
“Untuk masalah itu kayaknya harus kita bahas lagi deh Bell, kamu nggak lupakan kita hutang berapa puluh juta sama bank?”
“Aku tahu Ndi, aku juga paham kalau kita nggak pakai nama bapak sama om kamu kita nggak bakal dapet pinjeman uang segede itu. Tapi untuk iuran ke bank, both-both kita sudah mencukupi Ndi,”
“Dan itu mepet sekali Bell,”
“Ndi, kita dari awal sudah setuju kalau cafe pertama kita ini nggak cari-cari profit banget ya, kita buat cafe ini sekalian buat sosial,”
“Tapi rencana buat warung gratis khusus fakir miskin kan sudah setengah jalan Bell, kurang sosial apa lahi sih kita? Sekali ini deh Bell, kita jalani dulu aja sambil nyicil utang-utang kita ke bank sama bapakku. Nah kalau itu udah selesai, baru kita bersosial sama banyak orang seperti yang kamu mau, gimana?”
“Terserah kamu aja deh,” tukas Abell sebal.
“Tuh kan ngambek,”
“Aku nggak ngambek ya Ndi,”
“Iya, tapi cemberut, kamu kadang suka kurang realistis lho Bell,”
“Bahas terus,”
“Bercanda Bell, bercanda,”
“Eh aku juga pengen cafe kita ini punya sudut-sudut asik buat fotografi Ndi. Di jaman sekarang ini promosi lewat media sosial lebih berpengaruh daripada lewat media konvensional lho, efeknya juga lebih besar media sosial. Lagian terget pelanggan kita kan juga anak muda,”
“Kayaknya kita harus diskusi sama Febri deh buat masalah promosi di medsos ini, dia lebih paham daripada kita berdua,”
“Oke deh, kamu atur jadwalnya aja sama Febri.”

. . . . # # # . . . ...


Berawal dari membantu Febri mempromosikan Reve di jejaring sosial. Iseng, aku mulai membuat akun media sosial bayangan dan mulai berinteraksi dengan dunia abu-abu yang membuatku terasing dari rumah. Berteman dengan banyak mahkluk satu spesies, membuatku merasa beruntung karena dapat terbebas dari deraan rasa muak dan munafik berkepanjangan. Bahkan di cafe yang sudah aku anggap sebagai rumah kedua, aku tak bisa seleluasa itu untuk membuka jati diriku.
Bersentuhan dengan beragam orang pesakitan dalam grup-grup pecinta sesama lelaki memberiku banyak kisah dan pelajaran tentang hidup para manusia tanpa pengakuan. Manusia yang harus melakukan banyak hal untuk menyangkal dan membohongi diri mereka sendiri. Setelah berulang kali chating-an dengan banyak orang dengan beragam latar belakang, rasa muak dan munafik masih membayang, walau tak sekuat dulu.
Ternyata, setelah memproklamirkan jati diri kepada orang tuaku. Aku tak bisa benar-benar menjadi diri sendiri di kehidupan baru yang aku bangun. Aku tak bisa langsung mengatakan prefensi seksualku kepada orang yang baru kukenal, atau orang-orang yang sudah lama kukenal. Ternyata, hidup tak benar-benar memberiku kartu bebas hambatan. Hidupku masih abu-abu.
Banyak orang yang berkisah di grup atau sekedar chating basa-basi tentang diri dan latar belakangnya. Banyak pria beristri dan telah punya anak baru sadar jika mereka tak sepenuhnya normal, tetapi banyak juga yang ingin coba-coba untuk sekedar pemuas nafsu belaka. Ada yang mengaku jika dirinya biseksual, vers yang selalu ingin bercinta, gay tulen atau sekedar straight coba-coba yang akhirnya tersesat di dunia abu-abu ini.
Ada perasaan nyaman saat aku berteman dengan mereka, semacam perasaan jika bukan hanya aku satu-satunya orang yang terlahir gay di dunia ini. Walaupun kami hanya berani mengungkapkan pelan-pelan jati diri kami, tapi dalam wadah sesama jenis ini kami berusaha untuk saling menguatkan satu sama lain. Ataupun sekedar berbagi apapun, jika hidup kami akan baik-baik saja. Walaupun banyak juga orang yang terang-terangan mengumbar libido semata.
Menjadi pribadi yang hangat di grup atau sekedar menjadi pribadi yang bisa menempatkan diri dan dapat mengolah topik pembicaraan apapun dengan baik tanpa tedensi apapun. Membuatku menjadi pribadi yang sering diajak ngobrol basa-basi atau sekedar bertemu untuk menambah kenalan. Berulang mereka mengirimiku foto atau alamat akun media sosial mereka yang asli, sekedar untuk menunjukkan jika mereka serius ingin bertemu denganku di kehidupan nyata. Tapi, semua usaha mereka selalu aku tolak baik-baik dengan beragam alasan.
Sejak pertama kali membuat akun bayang-bayang, aku tak ingin membaurkan kehidupan nyata dengan kehidupan maya. Cukup di dunia maya aku meladeni semua yang mereka inginkan, tapi tidak untuk sekedar bertemu atau bersentuhan di dunia nyata. Semua itu semata-mata hanya untuk mempertegas batas diantara dua dunia yang kelamaan menjadi setipis kulit bawang. Semakin saru dan semakin tak jelas batasnya.
Cukup lama aku menjadi sosok di balik layar, menjadi bayang-bayang di balik punggung banyak orang, hingga akhirnya ia datang. Muncul dengan kualitas pesona yang beda dari kebanyakan, hadir yang langsung menyedot habis perhatianku. Sekuat hati aku tak langsung menerima tawarannya saat mengajakku bertemu, sekuat hati pula aku tak ingin mencampur adukkan dunia dunia yang setiap hari aku garisi jaraknya. Tapi, aku yang tak bisa bertahan. Hubungan kami yang lama kelamaan menghangat layaknya dua sahabat, kini menjadi terlampau menyengat karena dua hati yang saling jerat.
Entah apa yang kemudian membuatku merobohkan prinsip-prinsip hidupku, aturan-aturan yang kubuat, dengan sigap ia runtuhkan. Membuatku terjebak dalam dua dunia yang seharusnya tak boleh besatu padu. Tapi karena dia, aku berbuat lebih dari biasanya. Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya.
Aku jatuh cinta. Dengan seseorang yang belum pernah aku temui sebelumnya. Dengan seseorang yang seakan-akan hadir untuk memenuhi kepingan terakhir agar hidup terasa pas. Seseorang yang akhirnya mengantarkanku keberbagai kanal kehidupan.

. . . . # # # . . . ...


Untuk pertama kalinya aku menyetujui permintaan Willy untuk bertatap muka. Saat ku iyakan permintaannya, ia langsung menawariku beragam lokasi untuk menghabiskan waktu bersama. Dari sekitaran Surakarta hingga Jogja, berulang ia mengirimiku foto-foto lokasi berobjek wisata menakjubkan untuk kita singgahi bersama. Lalu aku mengatakan jika aku sedang ingin ke gunung, sigap ia menawariku berbagai lokasi. Tapi Selo telah memikat hatiku sejak lama, dan ia langsung mengiyakan permintaanku.


Kisah Selanjutnya Klik disini




Daftar lengkap serial Pelepasan


Melajulah "Pelepasan"ku klik disini 
Pelepasan Remah ke 1 klik disini
Pelepasan Remah ke 2 Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 Klik disini
Pelepasan Remah ke 5 Klik disini
Pelepasan Remah ke 6 Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 Klik disini
Pelepasan Remah ke 9 Klik disini
Pelepasan Remah ke 10 Klik disini
Pelepasan Remah ke 11 Klik disini
Pelepasan Remah ke 12 Klik disini
Pelepasan Remah ke 13 Klik disini
Pelepasan Remah ke 14 Klik disini
Pelepasan Remah ke 15 Klik disini
Pelepasan Remah ke 16 Klik disini
Pelepasan Remah ke 17 Klik disini
Pelepasan Remah ke 18 Klik disini
Pelepasan Remah ke 19 Klik disini
Pelepasan Remah ke 20 Klik disini
Pelepasan Remah ke 21 Klik disini
Pelepasan Remah ke 22 Klik disini
Pelepasan Remah ke 23 Klik disini
Pelepasan Remah ke 24 Klik disini
Pelepasan Remah ke 25 Klik disini
Pelepasan Remah ke 26 Klik disini
Pelepasan Remah ke 27 Klik disini
Pelepasan Remah ke 28 Klik disini
Pelepasan Remah ke 29 Klik disini
Pelepasan Remah ke 30 Klik disini
Pelepasan Remah ke 31 Klik disini

Pelepasan Remah ke 32 Klik disini
Pelepasan Remah ke 33 Klik disini
Pelepasan Remah ke 34 Klik disini
Pelepasan Remah ke 35 Klik disini
Pelepasan Remah ke 36 Klik disini
Pelepasan Remah ke 37 Klik disini
Pelepasan Remah ke 38 Klik disini
Pelepasan Remah ke 39 Klik disini
Pelepasan Remah ke 40 Klik disini
Pelepasan Remah ke 41 Klik disini
Pelepasan Remah ke 42 Klik disini
Pelepasan Remah ke 43 Klik disini
Pelepasan Remah ke 44 Klik disini
Pelepasan Remah ke 45 Klik disini
Tongkat Estafet Kedua Klik disini
14 Fakta Di Balik Serial Pelepasan Klik disini
Untuk "Pelepasanku" Klik disini
Celoteh di balik Pelepasan Klik disini

You Might Also Like

0 komentar: