Review Hangout

1:21:00 AM Admin 0 Comments



Review Hangout


Pertama, saya bukanlah segmen penonton yang selalu menonton film Raditya Dika, saya menonton film Dika pertama kali adalah Single hanya karena saya suka rumah produksi yang memproduksinya karena sarat kemewahan, niat produksi dan nggak pernah tangung-tangung dalam membuat sesuatu. Lalu sekarang di lemparlah Hangout ke pasaran, sebuah film yang mengawinkan thriller dengan komedi dengan premis sembilan tokoh publik di undang ke sebuah pulau kosong tak berpenghuni yang tanpa diduga berujung kematian mereka satu persatu. Saya menonton Hangout karena membuat perjanjian dengan teman saya, dia akan menemani saya menonton The Profesional jika saya mau menemaninya nonton Hangout, jadilah saya menonton film ini.
Kesembilan tokoh publik yang diundang ke sebuah pulau ini memulai sebuah cerita saat Mathias Muchus tewas akibat racun akibat makanan yang ia konsumsi ketika makan malam, panik melanda kedelapan figur publik tersisa. Hangout memang film Dika paling berbeda, tapi belum signifikan. Komedi memang relatif, dan saya memang bukan segmen penonton yang ditargetkan oleh tim promosinya, jadi sangat wajar jika film ini tak begitu wajar untuk mengugah saya untuk terhanyut bersamanya.
Saya lumayan suka bentuk sarkasme tentang pop cultu di film ini, tapi lelucon-lelucon lain tampak begitu bodoh dan jorok hingga hanya mampu membuat saya cengar-cengir nggak karuan, walaupun ada penonton yang terpingkal-pingkal sampai meneteskan air mata, tapi jelas itu bukan saya. Mungkin hanya Prili dan Surya Saputra saja yang tampil dengan karakter menarik di film ini, sisanya sama saja, tidak begitu mampu menimbulkan emosi untuk peduli, termasuk karakter Dika sendiri. Dari refrensi film dika yang saya tonton, walau hanya Single yang saya tonton di bioskop, sisanya melalui banyak media, Dika selalu memerankan karakter yang sama sekali tak menarik, padahal dia selalu yang jadi bintang utamanya, dan selalu kalah menarik dengan karakter-karakter lain di dalam filmnya.
Saya adalah pecinta film thriller dan sama sekali tak terhibur dengan film ini, walau komedi dan thriller tidak terlalu jomplang di dalam film ini, tapi sebenarnya film ini bermasalah di babak awal yang tak mampu mencengkram benak penonton untuk terus mengikuti guliran pengisahannya, lalu saat mulai nyaman dengan ritme penceritaan di babak kedua, babak ketigalah yang benar-benar kacau dalam film ini, berantakan tanpa motivasi yang jelas. Ini menjengkelkan, sumpah.
Seandainya Dika mau menggodok babak ketiga lebih lama agar tampil begitu prima, niscahya film ini bakal berhasil dalam coba-cobanya, tapi, ternyata tak begitu. Karena untuk film bergenre thriller, babak ketiga adalah babak penentuan, babak klimaks yang harus dihitung secara matang dan hati-hati, bukan terkesan amburadul dengan motifasi yang klise, tak menyakinkan dan meninggalkan pertanyaan dibenak penonton: udah? Cuma gitu doang? Yang akhirnya tak mampu memberikan sesuatu yang lebih.
Saya juga tak terlalu mampu untuk menikmati humor Dika yang semakin lama semakin jorok dan tak penting di film ini, joke tentang selangkangan? Toilet? Dan alin-lain? Ayolah Dika kamu jelas mampu lebih baik dari ini. Leluconmu nggak tepat sasaran. Saya paham usaha Dika agar tak stagnan dan diam dalam zona nyamannya, tapi usahanya masih terkesan setengah matang dan coba-coba, walaupun saya sudah mampu menebak siapa pelakunya dari awal tapi ada keinginan di dalam diri saya jika tebakan itu salah dan ternyata saya kecewa. Saya salah mengharap terlalu banyak. Film ini membuat saya mendung sebelum menonton film selanjutnya.
Kamu kurang berusaha Dika, lain kali tolong berusaha lebih matang ya, jangan terkesan kejar setoran harus nayangin berapa film pertahun hehehe, saya tunggu sekuel film Single.

Skor: 2/5

You Might Also Like

0 komentar: